-->

iklan

Tuesday, November 13, 2018

author photo



Senada dengan  Lakoat kojawas sebuah komunitas yg ada di pulau timor, Nusa tenggara timur. Saya berbangga sebagai pemuda NTT tentu masih ingat lokalitas saya. Saya berpikir di daerah saya NTT mungkin belum ada pemuda yang mampu merubah pola pikir masyarakat yang biasa menjadi masyarakat yang berkreatif serta membangun keberlanjutan lokalitas.  Ternyata dugaan saya selama ini.


Desa Mollo  sebuah negeri yang dijuluki "the heart of Timor" diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang memiliki arti jantungnya pulau Timor. Dikisahkan Mollo adalah negeri yang subur. Mollo memiliki puncak tertingginya adalah Gunung Mutis dengan ketinggian 2427 meter di atas permukaan laut. Sebuah tempat yang berada di kecamatan Taiftob kecamatan Mollo Utara, kabupaten Timor tengah Selatan. Dengan hangatnya sebuah rumah kbubu yaitu rumah yang berbentuk bulat, bukan tahu bulat yang dijual warung jajanan pinggir jalan.


Ada rasa kegalauan yang dialami Dicky Senda sesaat ia sepulang menyelesaikan studinya di Jawa, ia berpikir keras bagaimana caranya ia bisa membangun desanya yang terbilang butuh perhatian khusus dari anak muda (anak tanah) Kata lainnya seperti "aku pulang, aku ingin bangun rumahku lagi disana".




Berbekal dari bakat menulisnya, mengangkat budaya Timor, bercerita lewat blog, serta mengangkat interaksi sosial masyarakat disana, maka lahirnya Lakoat Kojawas bukan bahasa Jawa tapi ini adalah sebuah nama yang diambil dari kisah perjalanan hidup masa hidup mereka yang berada  disana saat mereka pulang sekolah. Berburu buat Lakoat kujawas adalah tantangan yang mengasilan, dari sinilah terdapat makna filosofisnya. Lakoat artinya buah biwa dan kujawas artinya jambu biji, biasa orang-orang dikampung menyebutnya jambu wo atau jambu monyet. Mungkin bagi orang diluar sana menganggap jenis buah ini tidak laku dipasaran tetapi bagi kami anak NTT buah ini sangatlah bernilai, enak dikonsumsi apalagi bijinya dibakar.


Inisiasi Dicky Senda ini akhirnya memunculkan sebuah rumah yang disulap jadi ensiklopedia bagi siapa saja yang ingin mengenal dunia. Beliau tidak sendiri melainkan ada beberapa tokoh penting yang mempunyai visi yang sama untuk memajukan tanah kelahirannya. Yoneta silfana pantola, siswa SMPK St.Yoseph Freinademetz mengutarakan pengalamannya saat berdiri di atas panggung Forum Kawasan Timur Indonesia Vlll. Dirinya menghabiskan bacaan sekitar 200 halaman buku dalam waktu tiga hari, itupun akses ke sana menggunakan jalan kaki dengan waktu yang ditempuh sekitar 30 menit, namun kalian tahu anak pelosok minat membacanya sangat tinggi namun tak  memiliki wadah.


Dari situlah saya mengenal beberapa penggerak Lakoat kujawas seperti Randiano, om Willy yang dikenal memiliki pekarangan rumah yang hijau. Mereka berpikir bahwa leluhur orang Timor sejatinya adalah petani hijau yang rajin mengelola lahan, namun ditabung 1998 terkadinya krisis moneter oleh orde baru sehingga banyak orang disana memilih merantau ke Kalimantan, dan Malaysia sebagai buruh disana. Seiring berjalannya waktu ternyata masyarakat disana telah dididik untuk berkreasi dalam hal membangun sebuah bisnis rumahan dimana mereka dilatih membuat pupuk organik, anak-anak disana dilatih untuk berjiwa seni dengan bukti pertunjukan seni. Inilah cara menumbuhkan minat belajar dan membaca.


Merambah kewirausahaan sosial. Hidup sebagai petani musiman namun ide dari Dicky Senda dan beberapa teman Lakoat kujawas akhirnya mereka memutuskan untuk membuat kampung tersebut menjadi kampung sociopreneur dengan menggali potensi kekayaan budaya daerahnya setemoat. Tuntutan ekonomi sangat luar biasa dijaman Now, maka masyarakat disana membuka bisnis camilan lokal atau pangan lokal khas desa Mollo untuk bisa dipasarkan dimana saja. Seni menenun didesa  Taiftob, lagi-lagi berakar budaya kampung disana tanpa menghilangkan jati diri lokalitasnya. Membuat anyaman bambu bagi mereka dulu saat ditinggalkan adalah sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang yang lama. Ide semakin meliar, selain pupuk, tenunan, camilan tradisional, anyaman bambu, bisnisnyapun merambah ke usaha pembuatan sambal siap dicocol manja dengan sebutan Lu'at (sambal khas), itupun waktu pengerjaannya cuma dua Minggu sekali dengan masa bertahan produk tersebut hingga berminggu-minggu. Dari inilah mereka bisa bertahan hidup. Usaha mereka juga dipasarkan melalui jaringan internet atau berbasis online sehingga mereka tidak perlu capek-capek berkeliling memasarkan produknya. 



Dari budaya inilah potensi pembangunan berkelanjutan inilah sehingga disana bisa berkembang dan maju. Saya sebagai anak NTT walaupun masih berdarah leluhur Makassar sangat bangga dengan kerja keras Dicky Senda dan teman-teman Lakoat kujawas sehingga ia diangkat sebagai pemuda inspirator Indonesia selain bergerak di bidang pendidikan informal tetapi juga bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Suatu saat saya akan membangun daerah saya, kotaku yang penuh historis, penuh kenangan, penuh cinta, penuh kehangatan dan keramahan serta kebudayaan yang seharusnya saya gali dan saya kembangkan sebagai kekayaan yang tak kalah dengan kebudayaan lain. "Oh Indonesia oh Endeku".


your advertise here

This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Themeindie.com